Selasa, 22 April 2008

teori pelajar konstruktivisme

Proses pembelajaran pada anak usia dini pada umumnya dilandasi oleh dua teori belajar, yaitu (1) behaviorisme, dan (2) konstruktivisme. Kedua aliran teori tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, aliran behaviorisme menekankan pada hasil dari proses belajar, dan aliran konstrukvisme menekankan pada proses belajar.1. Teori Belajar Behaviorisme.Menurut Conny (2002) Behaviorisme adalah aliran psikologi yang memandang bahwa manusia belajar dipengaruhi oleh lingkungan. Belajar menurut teori ini merupakan perubahan perilaku yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis.Oleh karena itu, lingkungan yang sistematis, teratur dan terencana dapat memberikan pengaruh (stimulus) yang baik sehingga manusia bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memberikan respon yang sesuai. Ahli yang menganut faham ini antara lain Thorndike, Watson, Pavlop dan Skinner.Thorndike, mengemukakan bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dalam hal ini dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berwujud sesuatu yang kongkret yang tidak bisa diamati. Watson, stimulus dan respon tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada anak.Pavlov mengemukan melalui teorinya classical conditioning, bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan dibatasi oleh rangsangan sederhana. Classical conditioning mempersyaratkan adanya dua stimulus yang berpasangan, yaitu stimulus yang dinamakan stimulus berkondisi (conditioned stimulus) dan stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus). Hasilnya adalah dimulai dari respon tidak terkondisi, untuk selanjutnya menjadi respon terkondisi. Dengan demikian disimpulkan bahwa stimulus tidak bersyarat dapat menghasilkan reson atau tanggapan tak bersyarat dan stimulus tambahan yaitu stimulus terkondisi akan menghasilkan respon baru yaitu respon atau tanggapan terkondisi.Skinner, terkenal dengan teori operant conditioning, beranggapan bahwa perilaku manusia yang dapat diamati secara langsung adalah akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan makan hal tersebut akan diulanginya lagi. Belajar adalah kondisi yang diakibatkan oleh suatu perbuatan yang menghadirkan perbuatan tersebut kembali dilakukan. Misalnya seseorang anak melakukan suatu perbuatan dan mendapat pujian guru, maka si anak akan melakukan perbuatan yang sama dan ingin mendapat pujian kembali (positive reinforcement). 2. Teori Belajar KonstruktivismeBahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam prakteknya teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” dikemukanan oleh Jean Piaget dengan belajar bermakna “dan “belajar penemuan secara bebas” oleh Jerome Bruner.Conny (2002) menyatakan bahwa belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri, setelah difahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (from within).Jean PiagetPiaget penganut faham kongnitifistik, menyatakan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak anak, (2) akomodasi, adalah penyusunan struktur kofnitif ke dalam situasi yang baru, dan (3) equalibrasi, adalah penyesuaian antara asimilasi dan akomodasi. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur (disorganized).Menurut Piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui anak, yang dalam hal ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu (a) tahap sensori-motor (ketika anak berumur 0-2 tahun), (b) tahap pra-operasional (2 sampai 7 tahun), (c) tahap operasional kongkrit (7-11 tahun), dan (d) tahap operasional formal (11-18 tahun).AusubelMenurutnya Ausubel bahwa anak akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “Pengatur kemajuan (belajar)” didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada anak. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada anak.Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat yaitu, (1) dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh anak, (2) dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipeajari anak “saat ini” dengan apa yang “akan di[elajari” anak saat yang akan dating, (3) guru mampu membantu anak untuk memahami sesuatu secara lebih mudah. Tanpa logika berpikir yang baik, maka guru akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran.Jerome BrunerTeorinya dikenal dengan “Free discovery learning”. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan sesuatu aturan melalui contoh-contoh yang digambarkan atau yang menjadi sumbernya.Dengan perkataan lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif) menuju yang paling kompleks (induktif), memahami konsep “kejujuran” bukanya konsep yang lebih dahulu diajarkan, akan tetapi contoh-contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri.Bruner juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Misalnya teori belajar yang memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan materi penjumlahan. STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK USIA DINIStrategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran anak usia dini. Paling tidak ada tiga jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni (1) strategi pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran.Uraian mengenai strategi penyampaian pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan siswa, dan dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan menekankan pada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang kemajuan belajar siswa.Strategi pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar. Beberapa strategi yang sering digunakan untuk pembelajaran anak usia dini antara lain :Cicle TimePada strategi pembelajaran ini kegiatan anak-anak duduk melingkar dan guru berada di tengah lingkaran. Berbagai kegiatan, seperti membaca puisi, bermain peran, bernyanyi, mengaji, atau bercerita, dan sebagainya.Sistem KalenderPembelajaran dihubungkan dengan kalender dan waktu. Guru menandai tanggal-tanggal pada kalender yang terkait dengan berbagai kegiatan, seperti Hari Kemerdekaan, Hari Kartini, Hari Pendidikan Nasional, Hari Pahlawan dan Hari Besar Nasional dan Hari Besar Agama seperti Hari Raya Aidil Fitri, Bulan Ramadhan, Hari Natal, Hari Nyepi, Waisyak, dan sebagainya. Selanjutnya guru harus mendesain kegiatan belajar dengan menggunakan tema-tema sesuai dengan hari tersebut, misalnya Hari Kartini, anak-anak memakai pakaian kebaya, dll.3. Show and Tell Metode ini baik digunakan untuk mengungkapkan kemampuan, perasaan, dan keinginan anak untuk bercerita apa saja yang ingin diungkapkannya. Saat anak bercerita guru dapat melakukan asesmen untuk mengetahui perkembangan anak tersebut. Guru dapat melanjutkan topik yang dibicarakan anak tersebut untuk pembelajaran. Biasanya banyak anak mengungkapkan perasaannya melalui metode ini. Suatu penelitian dilakukan Australia melalui show and tell. Setiap anak ditawari boneka Teddy Bear untuk dibawa pulang selama satu-dua minggu. Lalu di minggu berikutnya setiap anak secara bergiliran diminta menceritakan apa yang ia lakukan dengan Teddy Bear-nya. Ternyata anak-anak mampu bercerita dengan baik banyak hal yang ia lakukan selama satu minggu.4. Small Project Metode ini melatih anak bertanggungjawab untuk mengerjakan proyeknya. Proyek merupakan kegiatan investigasi dan penemuan dari suatu topik yang memiliki nilai penting bagi anak (Katz, 2004). Investigasi ini biasanya dikerjakan dalam kelompok kecil 3-4 orang atau secara individual. Setiap kelompok diberi proyek kecil, misalnya menemukan berbagai jenis daun yang khas di daerahnya dan mengecapnya dengan berbagai warna di sehelai kertas manila. Jadi proyek merupakan kegiatan investigasi dan penemuan, bukan semata-mata untuk menemukan satu jawaban yang benar dari suatu persoalan. Metode ini melatih anak bekerjasama, bertanggungjawab, dan mengembangkan kemampuan sosial. Edwards et al (1993) melaporkan bahwa proyek kelompok telah diterapkan dan berhasil baik di Regio Emilia, setara TK di Italia.Metode Proyek memiliki tiga fase: (1) Pendahuluan, (2) Penemuan, (3) presentasi (Katz & Chard, 1989). Pada fase Pendahuluan, guru menyampaikan topik dan persoalan. Topik dan persoalan hendaknya menarik dan familier bagi anak. Anak-anak diajak untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang terkait dengan persoalan tersebut. Sebagai contoh pada saat makan kentang goreng, guru mengajukan persoalan bagaimana cara menanam kentang. Anak-anak mencoba menjawab dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.Fase kedua ialah fase Penemuan. Guru menyediakan kentang dan anak-anak secara berkelompok mencoba menanam kentang dengan berbagai cara. Anak-anak memberi air dan mengamati pertumbuhan kentangnya.5. Kelompok Besar (Big Team) Metode ini menggunakan kelompok besar, yaitu satu kelas penuh untuk membuat sesuatu. Misalnya untuk mendirikan tenda yang besar di dalam kelas, semua anak memegang peran, guru bertugas memberi aba-aba. Anak biasanya amat puas setelah sesuatu berhasil dikerjakan bersama-sama.6. Kunjungan Anak sangat senang melihat langsung berbagai kenyataan yang ada di masyarakat melalui kunjungan. Kegiatan kunjungan memberi gambaran bagi anak akan dunia kerja, dunia orang dewasa sehingga mendorong anak untuk mengembangkan cita-cita. Banyak orang menjadi pilot karena diajak orangtuanya melihat pameran dirgantara, mengunjungi museum pesawat terbang, atau karena diajak naik pesawat terbang. Berbagai kegiatan kunjungan seperti ke Museum Perjuangan, Museum Dirgantara, Perpustakaan, Kepolisian, Dinas Pemadam kebakaran memberi inspirasi anak untuk mengembangkan cita-citanya (learning to be), misalnya untuk menjadi Polisi, TNI, Pemadam Kebakaran, Pilot, dan sebagainya. Kunjungan merupakan hal yang menyenangkan bagi anak. Museum dirgantara merupakan salah satu tempat yang disukai anak. Anak dapat naik pesawat, menggambar pesawat, dan mendengarkan cerita tentang pilot. Siapa tahu akan banyak anak yang bercita-cita jadi pilot.7. PermainanPermainan yang menarik dan tidak banyak aturan pada umumnya disukai anak-anak. Guru dapat menggunakan permainan untuk membelajarkan anak. Caranya, guru mengajarkan permainan tersebut kepada anak. Setelah anak mampu memainkannya, guru menambahkan muatan edukatif pada permainan tersebut, sehingga secara tidak langsung anak belajar. Berbagai jenis permainan, seperti Gobag so dor (go back to door), Suda-manda, Petak-umpet, dan bermain peran amat potensial untuk membelajarkan anak. Membelajarkan anak menggunakan esensi bermain dikenal dengan bermain sambil belajar.8. BerceritaBercerita merupakan salah satu metode untuk mendidik anak. Berbagai nilai-nilai moral, pengetahuan, dan sejarah dapat disampaikan dengan baik melalui cerita. Cerita ilmiah maupun fiksi yang disukai anak-anak dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan. Cerita dengan tokoh yang baik, kharismatik, dan heroik menjadi alat untuk mengembangkan sikap yang baik kepada anak-anak. Sebaliknya tokoh yang jelek, jahat, dan kejam mendidik anak untuk tidak berperilaku seperti itu karena pada umumnya tokoh jahat di akhir cerita akan kalah dan sengsara. Cerita tentang Kepahlawanan, heroisme, dan pemikiran yang cerdas dari para Pahlawan dapat mendidik anak agar kelak memiliki jiwa kepahlawanan. Jadi cerita amat potensial untuk mendidik anak, dan oleh karenanya guru anak usia dini sebaiknya pandai bercerita.

Tidak ada komentar: