TUGAS 2.SP PSIKOLOGI UMUM
1. carilah informasi tentang berbagai hal yang mempengaruhi eksternal dan internal yang mempengaruhi respon syaraf terhadap rangsang?
Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah ini. Jika motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan, maka dapat diharapkan bahwa prestasi belajar siswa juga akan meningkat.
Strategi meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi masalah tersendiri bagi para guru karena terdapat banyak faktor - baik internal maupun eksternal - yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Guru menerapkan prinsip-prinsip motivasi belajar siswa dalam desain pembelajaran, yaitu ketika memilih strategi dan metode pembelajaran. Pemilihan strategi dan metode tertentu ini akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa.
inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa itu sen
Upaya meningkatkan motivasi belajar inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga dalam paper ini akan dilakukan studi mengenai pengaruh metode pembelajaran diri. Dalam lingkup yang lebih umum, meningkatnya motivasi belajar siswa juga akan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Penyelesaian masalah yang akan dikaji dalam paper ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebagai catatan, penyebutan metode inquiry dalam keseluruhan paper ini mengacu kepada metode inquiry dalam pembelajaran bidang SaFaktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).. Ini menunjukkan dua pendekatan dalam pslkologi , sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Manakah di antara dua pendapat ini yang benar - dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) - antara perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspekt{f yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem, kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah ini. Jika motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan, maka dapat diharapkan bahwa prestasi belajar siswa juga akan meningkat.
Strategi meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi masalah tersendiri bagi para guru karena terdapat banyak faktor - baik internal maupun eksternal - yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Guru menerapkan prinsip-prinsip motivasi belajar siswa dalam desain pembelajaran, yaitu ketika memilih strategi dan metode pembelajaran. Pemilihan strategi dan metode tertentu ini akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa.
Upaya meningkatkan motivasi belajar inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga dalam paper ini akan dilakukan studi mengenai pengaruh metode pembelajaran inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih umum, meningkatnya motivasi belajar siswa juga akan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Penyelesaian masalah yang akan dikaji dalam paper ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebagai catatan, penyebutan metode inquiry dalam keseluruhan paper ini mengacu kepada metode inquiry dalam pembelajaran bidang Sains.
TUGAS 3.SP PSIKOLOGI UMUM
1. JELASKAN HUBUNGAN STRES(PSIKOLOGI) DENGAN SAKIT PADA ORGAN LAMBUNG (EMAH/TUKAK LAMBUNG)
menurut Dr. Agustin Idayanti, MS, organ yang terkait dengan sindrom obesitas adalah organ limpa, lambung, hati dan ginjal. Adanya kekurangan energi pada organ limpa dan lambung menimbulkan riak, suasana lembab dan panas. Keadaan ini memperlemah transformasi dari makanan menjadi Qi (energi) serta melemahkan transportasi Qi ke seluruh tubuh, mempengaruhi transformasi cairan tubuh yang bisa mengakibatkan makanan dan cairan tubuh dalam lambung bertambah panas. Inilah yang menyebabkan nafsu makan bertambah.
Selanjutnya, berhentinya Qi pada organ hati dan berlebihnya energi panas di organ ini menyebabkan terjadinya depresi, mudah marah dan tersinggung.
Kekurangan Qi pada organ ginjal menyebabkan seseorang menjadi tidak bergairah, sering lemah, disertai dengan keadaan naik turunnya berat badan secara tidak teratur.
“Sebab itu, akupuntur berfungsi memberi efek mengurangi panas, lembab dalam lambung dan menguatkan organ tersebut. Juga menguatkan organ limpa, ginjal, hati dan mengurangi kelebihan energi di organ-organ tersebut serta mengatur emosi dan nafsu makan. Hasil akhirnya berat badan turun,” jelas akupunturis dari Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Akupuntur Puslitbang Yantekkes
Salomo menambahkan, kadang-kadang penderita perlu dikuatkan organ paru dan jantungnya supaya tenang dan emosi terkendali. Tusukan tambahan biasanya dilakukan pada meridian yang terkait dengan organ pencernaan semisal usus besar.
Ada Jam Piket
Bagi Alex dan Salomo, dan tentu saja para akupunturis lain, penanganan dengan tusuk jarum ini tidak akan efektif bila tidak disertai dengan langkah kooperatif dari para pasien.
Setiap orang yang berkeinginan menurunkan berat badan atau langsing, harus memunculkan kesadaran dari dalam diri sendiri untuk mengendalikan diri dalam hal makan dan istirahat supaya tidak stress.
Salomo menegaskan bahwa organ tubuh kita ini memiliki jam piket. Menurut ilmu Traditional Chinese Medicine (TCM), ada 12 organ utama yang kita miliki. Mulai dari paru-paru, usus besar, lambung, limpa, jantung, usus kecil, kantung kemih, ginjal, selaput jantung, tiga pemanas, kandung empedu, dan hati. “Penyebutan ini harus berurutan,” tegas Salomo
Sebab itu, tidak heran bila pada jam-jam tertentu banyak orang akan melakukan kegiatan yang sama. Pub atau buang air besar misalnya, banyak dilakukan pada jam-jam antara jam
Maka dari itu, jangan membiarkan lambung bekerja tanpa ada bahan di dalamnya. “Bisa kembung dan banyak gasnya bila pada jam tujuh sampai jam sembilan perut tidak diisi makanan, melainkan hanya kopi,” jelas pemilik Klinik Akupuntur Mutiara, Jl. Malaka IV, Blok G1, Klender, Jakarta Timur ini.
Sebaliknya, masa dimana organ bekerja minimal adalah 12 jam sesudah bekerja maksimal. Artinya, lambung akan bekerja minimal pada jam sembilan belas. Sebab itu, makan di malam hari, semestinya tidak berlebihan dan kalau bisa sedikit tapi bergizi.
Maksudnya, bukan karena kita tidak beraktivitas, melainkan supaya makanan tidak menjadi sampah karena menumpuk akibat lambung tidak bekerja maksimal.
Kesadaran dan pengetahuan ini harapannya akan membantu kita semua untuk berlaku rasional terhadap tubuh kita sendiri. Sehingga tidak ada langkah irasional yang akibatnya malah tidak baik bagi tubuh, misalnya makan banyak di malam hari.
L A M B U N G
Keadaan Depresi yang cukup lama akan “Melukai” Jantung & Limpa yang pada akhirnya akan berpengaruh pada Lambung. Situasi yang berlarut larut akan mengakibatkan Lambung & Limpa “Terluka” sehingga akan berpengaruh terhadap Transportasi & Pengolahan Nutrisi yang berpengaruh terjadinya Defisiensi CI & Darah yang ditandai dengan keluhan :
* Selera makan menurun
• Nadi lemah
• Gangguan tidur
• Kelemahan anggota badan
• L B P
• Penis kehilangan Ketegangan & Kekenyalannya (Impotensi)
Peranan Limpa pada alat kelamin atas penguasaan SIE (darah) & Otot. Reak menyebar sampai Penis mengakibatkan Nafsu Seksual berkurang.
- CARILAH INFORMASI SEBANYAK-BANYAKNYA TENTENG FUNGSI HEMISPARIUM CEREBRI KANAN?
MEGA SISTEM YANG MAHA CERDAS
Mari sejenak kita renungkan dan juga cermati, setiap sistem di dalam kehidupan senantiasa memiliki suatu keteraturan, adaptif, dan mampu memberikan respon sesuai dengan prakiraan. Sebagai contoh adalah proses transportasi oksigen oleh sel darah merah. Untuk beredar ke seluruh tubuh oksigen diikat oleh molekul hemoglobin, yang terdiri dari gugus besi dan protein globin.
Mari sekarang kita sejenak bersama merenungkan juga, betapa tragisnya kisah dan tragedi kemanusiaan yang setiap hari kini kita tonton sebagai komoditas hiburan di berbagai media. Seorang ayah membunuh anaknya, seorang suami membunuh istrinya, seorang istri membunuh anaknya atau juga suaminya, dan seorang anak membunuh dirinya sendiri.
Bila berbicara proporsi dan proses maka, Allah adalah desainer agung yang sangat hebat dan presisi, coba perhatikan jumlah prosentasi air di permukaan bumi (samudera dan potensi terestrial) adalah sekitar 70%, demikian juga ynag terdapat di dalam tubuh manusia. Bahkan di dalam matematika biologi dikenal suatu pembagian agung (the divine proportion) atau yang disebut phi. Kondisi tragis yang kini terjadi hampir setiap hari saat ini dapat dikategorikan sebagai sebuah hasil dari sebuah proses.
Dulu seekor katak kita duga menempel pada batang pohon yang tegak lurus, tonggak bambu, bahkan kaca rumah, dengan bantuan lendir di kaki atau di selaput kakinya. Tetapi kini fakta ilmiah menunjukkan bahwa ternyata katak menempel justru karena adanya bentukan heksagonal atau bentukan geometris segi enam di permukaan kulit kakinya. Mungkin kadal basilika si pejalan “air” juga memiliki struktur yang sama di selaput-selaput tungkai belakangnya. Struktur ini mengingatkan kita pada sebuah keteraturan yang efisien dari sarang lebah dan bentuk kristal air yang sempurna. Lalu kita dapat mencermati juga hikmah dari fenomena feromon pada ngengat, rayap, dan semut serta juga mamalia besar seperti gajah. Alomon, feromon, periplanon-B, Dodesen Asetat menjadi suatu sinyal kimiawi yang dpat saling mempengaruhi antar spesies. Bukankah pada manusia tingakt keruwetan yang sesungguhnya teratur ini bisa dijumpai dalam level yang lebih tinggi ? Sebagai contoh bila seorang manusia mengalami tekanan yang berat pada mekanisme afeksinya, maka ia cenderung untuk mengeksploitasi elemen lain di sekelilingnya sebagai “hak milik”, mengapa ? Karena ia merasa bahwa ia tidak memiliki dan juga tidak dimiliki oleh siapapun. Bagi yang terkploitasi akan muncul; sensasi tekanan bahwa ruang hidupnya atau ruang ekspresinya dibatasi secara virtual. Sebuah kebaikan yang tidak disadari ataupun sebuah kebaikan yang menzhalimi. Jangan salah, dalam konteks ini kebaikan dapat menghasilkan ketidakbaikan, sebaliknya sesuatu yang tampak tidak baik bisa saja justru menghasilkan kebaikan. Seorang suami yang tampak secara tulus mencurahkan segala cintanya keapda sang istri, belum tentu dianggap sebagai sebuah kebaikan oleh sang istri, demikian pula sebaliknya. Pertanyaan utamanya adalah, baik untuk siapa ? Rerata manusia yang kemudian mengembangkan perilaku obsesif diawali dari pembiasan konsep baik menjadi baiknya (menurut saya). Elemen lain yang terjebak dalam pusaran arus kebaikan harus menjalankan peran barunya sebagai alat produksi kebaikan ataupun komoditas kebaikan. Suatu kondisi dimana lama kelaman akan terjadi suatu krisis identitas yang berat. Pada titik dimana krisis identitas ini telah menggerogoti sendi-sendi pemahaman diri, maka yang akan muncul adalah disorientasi, alias “kebingungan” dalam menentukan tujuan hidup. Pada kondisi ini polarisasi Millon menemukan jawabannya, manusia hanya akan terfokus pada kenyamanan pribadinya saja. Jangan keliru, kenyamanan pribadi bukan berarti selalu terkait dengan materi, tetapi sensasi ketika berhasil mensupremasi, menghegemoni serta menyutradarai sebuah film atau sepenggal fragmen kehidupan saja, sudah merupakan kenayamanan pribadi. Rasa tertekan hebat ini mewarnai proses produksi hormonal, serotonin dan 5-HIAA menurun dan mengumumkan kondisi cemas berkepanjangan. Kondisi cemas berkepanjangan ini akan mendorong terciptanya “kegersangan” proses syukur nikmat. Dunia seolah mengkerut dan tinggal menjadi selebar batok kepala. Semua masalah adalah “aku”, dan “aku” harus selalu senantiasa melakukan upaya-upaya untuk “menyelamatkan” diriku. Sebuah pernikahan bisa menjadi momok yang mengerikan. Sebenarnya dalam konsep Islam sebuah perkawinan adalah sebuah proses ibadah yang bernilai tinggi. Dalam proses perkawinan terjadi peleburan nilai “keakuan”, sehingga nilai “aku” tunggal berubah menjadi nilai kebaikan bersama nirkepemilikan. Mari kita renungkan doa Rasulullah ketika menikahkan Ali Bin Abi Thalib dengan putri beliau, Fatimah Azzahra. Rasulullah memohonkan kepada Allah untuk mempersatukan kebaikan dari keduanya. Lebur, dan menghablurlah 2 manusia menjadi pasangan milik Allah. Pernikahan bukanlah semata prosesi legalisasi kepemilikan, melainkan suatu tahapan pencapaian reidentitas diri. Siapa kita sesungguhnya pada saat hidup yang kita duga “milik” kita saja ternyata harus berbagi. Pernikahan menjadi ajang untuk saling berbagi dan seharusnya untuk saling menyadari bahwa kita sebenarnya tidaklah boleh saling memiliki. Pada saat pernikahan terjebak ke dalam sebuah ikatan untuk saling memiliki maka yang terjadi adalah eksplotaisi berlebih yang bahkan nyaris tak kenal batas pada potensi hati kita.
Di sebuah pagi yang cerah saya bersiap-siap untuk menaiki sebuah kapal motor tua dari sebuah dermaga yang tak kalah tuanya tepat di seberang stasiun kereta api tua “Orient Express”. Kapal motor tua yang saya tumpangi berlantai dua dengan bagian atasnya berupa geladak terbuka. Di lantai bawah tercium bau minyak pelumas yang sangat pekat. Tali temali rami (tambang) dan beberapa rantai terjulur mengikat kapal ke dermaga tempatnya bersauh. Tak lama kemudian suara seruling kapal memecahkan keheningan pagi yang hanya tersaput kecipak ombak dan selapis tipis kabut yang beranjak naik melayang perlahan dari permukaan perairan Golden Horn. Dengan guncangan dan getaran yang agak kasar kapal mulai bergerak meninggalkan tempat berlabuhnya. Saya bersandar berdiri sambil berpegangan pada tepian pagar pembatas di sisi lambung sebelah kanan. Laut yang hijau dengan semburat biru meruyak lapang pandang. Sekilas tampak barisan ubur-ubur putih transparan berlomba-lomba berenang berpacu dengan kapal yang semakin melaju. Spesies yang satu ini dikenal dengan nama latin Aurelia, tetapi dalam bahasa internasional sering disebut sebagai Helm Perang Portugis. Bentuknya sangat indah dengan badan yang mencungkup seperti sebuah kubah masjid dengan juluran tentakel atau alat geraknya yang berumbai-umbai menjuntai. Bila ia berenang maka umbai-umbainya seolah tampak melambai-lambai dalam gerakan yang gemulai. Salah satu saudara dekatnya, yaitu Aplisia, sering dipergunakan sebagai obyek penelitian persyarafan. Sistem syaraf Aplisia sederhana, transparan, dan mudah diamati, mirip dengan Chenorabditis sebangsa cacing yang tergolong ke dalam keluarga Nematoda. Bila dibandingkan dengan sistem syaraf manusia maka sistem syaraf ubur-ubur dan aplisia terlihat sangat primitif dan begitu ringkas. Tapi kita jangan sampai keliru menilai sebuah kesederhanaan. Sebuah sistem yang sederhana terbukti dapat memfasilitasi fungsi yang teramat rumit dan kompleks. Pada spesies-spesies sederhana ini manusia belaajr tentang proses transfer data, jenis data yang dikirimkan (ditransmisikan), metoda pengirimannya, bagaimana data dikemas (dekoding), dan bagaimana data tersebut kemudian diurai kembali serta dimaknai sebagai sebuah pesan. Lalu pada gilirannya pesan itu akan menghasilkan respon, dimana jenisnya amat bergantung kepada sistem analisa dan pengambilan keputusan individu yang terkait. Sistem syaraf berkembang dari sebuah peradaban biologis awal yang diduga berasad dari sekumpulan elemen dasar kehidupan. Proses penciptaan manusia dalam Al-Quran digambarkan seumpama pembuatan keramik dari tanah. Dalam mekanisme itu terdapat suatu proses yang disebut dengan polimerisasi, yaitu terbentuknya suatu kompleks molekul dengan cara menambah jumlah ikatan antar molekul. Bila kita merujuk jauh ke sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu, maka materi awal kehidupan adalah sekumpulan elemen yang belum terorganisir. Satu demi satu terbentuklah organisasi sederhana melalui suatu pola yang pasti. Dalam ketidakteratutan dan ketidak pastianpun tercipta sebuah kepastian. Sinergisasi dari berbagai elemen ini diduga melaui suatu proses belajar yang berkelanjutan. Dalam fluktuasi energi penciptaan yang bergejolak secara dinamis tadi partikel-partikel di tingkat nano mulai mengembangkan pola belajar untuk mencapai posisi dan proporsi yang tepat untuk menjalankan peran jenisnya. Setiap partikel belajar untuk menempatkan dirinya secara tepat dan menjalin interaksi secara simbiosis mutualisma. Sekumpulan partikel kecil bersama-sama membentuk keluarga quark, untuk selanjutnya membentuk keluarga atom, dimana ada partikel yang berperan sebagai elektron yang mengorbiti inti atau nukleus. Ada yang belajar darikebutuhan dan suasana lingkungan yang deterministik dan tanpa disadari mengajari partikel-partikel tertentu untuk menjadi proton dan netron. Ada pula yang berperan sebagai partikel antagonis seperti positron. Di dalam sebuah keteraturan dan proses belajar terdapat pula fenomena keseimbangan. Konsep seimbang ini berlaku dalam kategori jumlah, bobot, serta peran. Semua itu terjadi dalam proses belajar yang berkesinambungan. Kepekaan terhadap kondisi lingkungan dan kemampuan untuk beradaptasi dengan menjalankan peran jenis yang sesuai adalah sebuah sistematika yang luar biasa. Kemampuan untuk berorganisasi secara sinergi dan kemampuan untuk saling mengsisi serta berbagi fungsi sunnguh menunjukkan adanya suprasistem yang menjadi otak sebuah proses. Kondisi keteraturan dan kecerdasan asli (genuine intelligence) inilah yang di masa kini menjadi obyek eksploitasi manusia sebagai makhluk berakal. Sebagian contoh Ehud Saphiro dan timnya dari Weizmann Institute mengembangakan sebuah metoda komputasi dengan menggunakan molekul DNA, prosesor dan superkonduktor juga memanfaatkan sifat dasar partikel yang terjabarkan dalam fisika quantum, juga virus M13 kini dijadikan anoda bagi baterai terkecil di dunia, jamur fusarium menjadi “otak” pencari air bagi sebuah robot yang dibuat di Southampton Inggris. Teknologi kloning dan rekayasa genetika mungkin terjadi karena sifat dasar partikel. Bila merujuk pada konsep dasar bahwa setiap elemen di alam semesta memiliki sebuah sistem yang cerdas, maka akan dapat dijelaskan berbagai fenomena yang terjadi di masa-masa awal penciptaan alam semesta. Kembali ke sistem syaraf, sistem syaraf adalah sebuah sistem yang dibangun sebagai prasyarat untuk mampu megurai tanda dan memberi makna dalam kehidupan. Sistem syaraf adalah perkembangan paling mutakhir dari sistem peringatan dini (early warning system) dari spesies yang secara biologis telah memiliki fungsi kompleks. Pada beberapa spesies bersel tunggal seperti keluarga prokariota, sistem penginderaan dan sensor terhadap lingkungannya diperankan oleh kepekaannya terhadap faktor kimiawi. Hal terpenting yang perlu digarisbawahi adalah kenyataan bahwa setiap elemen di alam semesta memiliki kemampuan belajar ! Konsep belajar secara universal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi keadaan, menganalisa, serta menelurkan respon berupa sistem pengambilan keputusan. Kegiatan ini kemudian terpola dan menjadi bagian dari aktifitas dasar kehidupan. Elektron yang tereksitasi dari matahari akan belajar menjalankan fungsi barunya yaitu menjadi bagian dari sebuah kelompok yang yang bernama paket quanta. Paket ini menjalar seperti gelombang dan juga secara bersama-sama menempuh perjalanan antar bintang yang bersifat siklikal. Komitmen untuk menjalankan sebuah fungsi secara berjamaah tampak pada atom-atom karbon penyusun sebuah pokok kayu misalnya, kumpulan atom-atom itu dikelola oleh sebuah sistem biologi yang bertugas untuk mensupport kebutuhan energi, menjalankan aktifitas ekspresi diri melalui proses translasi protein khusus, bahkan setiap jenis pohon diciptakan sebagai bagian tak terpisahkan dari evolusi lingkungannya. Perhatikan tumbuhan kaktus di New Mexico, ataupun tumbuhan gurun berdaun dengan bulu tebal dan stomata dapat tertutup rapat pada hari-hari yang teramat panas. Mari kita perhatikan pula kantong semar (nepenthes), putri malu, ataupun berbagai jenis algae yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Mereka berkembang menjadi sempurna dan selaras dengan ruang hidupnya atau media keberadaannya. Ketika bumi mulai mendingin di hari-hari awal pasca proses penciptaan, maka atom-atom cerdas ini mulai membentuk gugus-gugus kerja dan satuan keberadaan, ada yang menjadi sulfur, ada yang menajdi metana, ada yang menjadi oksida, ada yang menjadi logam berat, logam mulia, halogen, dan ada pula yang muncul dengan bobot ringan dan tampil sebagai gas. Lalu peradaban manusia berkembang, perkakas dan perabotan mulai diproduksi secara masaal, seni telah menjadi semacam bentuk ekspresi dan penanda eksistensi (keberadaan). Lukisan dinding di gua, nekara, menhir, dolmen, waruga, piramida, candi, dan reruntuhan istana menjadi bukti bahwa sistem syaraf manusia telah berkembang cukup jauh sehingga dapat menjadi subsistem aktif yang turut mewarnai proses berkelanjutan alam semesta yang mekanistik. Manusia juga mencerminkan pola-pola mekanistik. Meski terkadang pola tersebut tampak sebagai suatu hal yang bersifat destruktif, tetapi dalam koriodor proses, kerusakan adalah bagian dari perkembangan itu sendiri. Alam semesta senantiasa akan menemukan homeostasisnya. Manusia hadir di muka bumi, secara hipotetikal bisa saja merupakan sebuah konsekuensi logis dari sebuah sistem cerdas yang berkecenderungan untuk semakin bertambah cerdas. Kita, saya dan anda adalah salah satu “sekrup” mekanik yang menjamin berjalannya mesin alam semesta di jalurnya yang benar. Bila keberadaan manusia pada suatu waktu akan mengakibatkan terbabat habisnya hutran trpois dan semakin menunrunnya kualitas lapisan atmosfer bumi, maka itu adalah bagian yang diperlukan bumi dan alam semesta secara keseluruhan untuk berproses. Keberadaan akal dan posisi tawar serta kemampuan berkomunikasi serta berinteraksi dapat menjadi penyeimbang yang bersifat moderasi. Tetapi lama-kelamaan kapasitas akal yang maujud dalam bentuik capaian teknologi akan kehabisan energi ketika berpacu dengan perubahan status daya dukung. Bumi yang bopeng akan menghimpit dan tidak lagi memberi sekedar ruang bagi manusia untuk menghirup sejumput udara segar. Manusia menempa berbagai jenis logam dengan karakteristik yang berbeda dan dipiulah hanya diambil sifat-sifat utama dan mulianya saja, maka kita mengenal titanium alloy. Atom-atom karbon dilatih dan ditempa agar menjalani fungsi barunya yang sangat pedat, lentur, tetapi tidak getas, tahan panas (gerak brown dan efek tyndal minimal). Kondisi ini menggambarkan manusia telah menciptakan kondisi yang harus diterima oleh elemen-elemen lain yang notabene mnerupakan teman hidup di alam semesta. Kehadiran manusia bila mengacu kepada sifat dan proses manipulasinya yang deterministik dapat dianalogikan dengan enzim yang bersifat katalitik. Kehadiran manusia adalah saccharomyces atau ragi kue yang akan mempercepat dan menyempurnakan proses pembuatan sebuah kue. Dalam prosesnya ragi melakukan fermentasi atau pembusukan, demikian juga peradaban. Peradaban melakukan pembusukan secara terstruktur. Budaya dan sistem politik membuat manusia terpolarisasi dan terkerangkeng dalam penjara keberpihakan. Manusia banyak kehilangan energi untuk mengaktualisasikan nilai dan konsep yang diyakini dan menganeksasi keyakinan orang lain. Budaya tercipta untuk selalu dibenturkan, dan menciptakan gegar dan sesar. Bumi menjadi terbelah, pemikiran selalu mengundang pro dan kontra. Lalu manusia mulai merasa ketakutan terhadap bayangan suram dirinya sendiri. Agresi menajdi senjata untuk mencari identitas diri yang semakin luntur karena terjadinya disorientasi. Apakah budaya sebuah produk yang salah ? Tidak ! Budaya adalah sudah seharusnya saling berbenturan dan memunculkan perbedaan persepsi dan perspektif yang teramat lebar dan tidak bisa dipertemukan. Karena budaya adalah bagian dari sistem cerdas kesemestaan yang harus berkembang dengan segala implikasi dan konsekuensinya. Jika pada suatu hari gegar budaya yang terjadi sudah tidak terkendali lagi, maka alam akan memfasilitasi hadirnya sebuah tatanan baru (new order). Homeostasis atau keseimbangan unsur akan muncul tidak saja pada budaya yang saling memahami melainkan akan muncul pula pada budaya yang saling menafikan bahkan saling menghancurkan. Sistem cerdas yang berlaku pada aspek budaya sama sekali tidak berbeda dengan sistem cerdas yang menciptakan tatanan di tingkat partikel elementer ataupun di tingkat spesies biologi bersel satu seperti virus. Saat atom diajari menjadi meja maka ia akan berbeda dengan kursi ataupun kulkas. Saat sebuah masyarakat berkoloni, berkumpul, dan dibesarkan di sebuah lokus yang melahirkan budayanya yang primordial maka jelas ia akan berbeda dengan budaya yang dilahirkan di lokus-lokus lainnya. Jika demikian, apakah akulturasi harus dihindari ? Tidak ada yang harus dihindari, bila sebuah sistem dapat menghegemoni sistem lainnya dan itu terjadi bahkan setelah dihambat secara mati-matian, maka biarkanlah terjadi. Bila seisisi dunia nantinya akan bernaung dalam sebuah keyakina terhadapo nilai tunggal, maka memang sudah semestinyalah hal itu harus terjadi.
Kembali ke Ubur-Ubur, Aplisia, dan sistem syaraf. Sistem ini secara evolutif terus berkembang dan memunculkan wacana baru tentang kebijakan. Muncul diskursus antara otak/sistem syaraf dengan pikiran. Pikiran berkembang menjadi produk abstrak yang mewarnai setiap sistem pengambilan keputusan. Keputusan cerdas selama ini diyakini sebagai potensi yang hanya dimiliki oleh manusia. kemampuan mengurai tanda dan “pesan” serta “kesan” sensoris menjadi abstraksi, imajinasi, dan proyeksi prospektif diklaim sebagai pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya di alam semesta. Sedikit sekali manusia yang menyadari bahwa kecerdasan dan “kelebihan” pikirannya itu sebenanrnya adalah suatu kewajaran yang tercipta seiring dengan proses adaptasi peran diri. Faktor kreasi dan kemampuan untuk “menciptakan” konsep, sistem, serta pola-pola dalamberbagai aspek kehidupan seolah membuat manusia menjadi representasi Tuhan yang berderajat mulia. Padahal secara eksplisit di Al Quran surat At-Tin Allah SWT telah mengingatkan bahwa manusia memang makhluk yang sempurna (taqwim) sebagaimana kesempurnaan semua elemen ciptaan Allah lainnya, tetapi karena “pikirannya” maka kita dapat menjadi makhluk yang berada di derajat yang sangat rendah, bahkan paling rendah. Sistem syaraf pada berbagai spesies bila diamati secara cermat memiliki kesamaan yang sangat mencolok, yaitu terdiri atas dua fungsi utama. Pertama menerima rangsang dari dunia luar dan dari jaringan internalnya serta memberikan respon baik motorik maupun otonom sebagai reaksi cerdasnya. Secara epistemologis jaringan dan sel syaraf merupakan hasil diferensiasi fungsi dari sel-sel primordial atau sel-sel awal. Pada mulanya semua sel biologis adalah sejenis dan berkembang sedemikian rupa dengan mengedepankan acuan kebutuhan situasional serta kondisi deterministik. Di tingkat embrional dapat kita lihat urutan sebagai berikut, setelah sperma membuahi sel telur (proses konsepsi), maka akan terbentuk sebuah sel yang bernama zygot, zygot akan membelah secara mitosis menajdi 2, 4, 8 sel dan seterusnya. Di tingkat blastokista kumpulan sel tersebut akan “menanamkan diri” di dinding rahim atau endometrium (proses ini disebut nidasi). Setelah itu janin akan berkembang dan berdiferensiasi. Ada 3 bagian/lapis utama dalam proses perkembangan janin, yang pertama disebut entodermal, kemudian mesodermal, dan yang terakhir adalah ektodermal. Dari ketiga lapisan itulah kelak akan terbentuk jaringan-jaringan tubuh yang sangat lengkap dan sempurna. Tulang, otot, organ, jaringan penunjang, epitel, kulit, dan syaraf semua berasal dari sel tunas yang sejenis. Pengorganisasian terjadi di dalam rahim dengan cetak biru yang tgercipta karena adanya kecerdasan yang sistematis. Setiap sel menyadari peran diri dan fungsi yang diembannya. Lalu tahap berikutnya adalah proses optimasi potensi melalui tahapan diferensiasi. Sel-sel tunas mengembangkan potrensi komunitasnya melalui sebuah proses komunikasi yang intens, interaktif, dan saling pengertian yang luar biasa. Budaya asertif, atentif, dan empatif menjiwai setiap pengambilan keputusan di tingkat seluler. Perlu diingat bahwa cetak biru pembagian fungsi tidak hanya tertera di dalam untai asam nukleat DNA saja melainkan juga perlu mekanisme pengambilan keputusan di saat proses pengekspresian. Bila di tahap awal semua sel tunas bersifat multipotensialitas atau sering disebut totipoten, maka sebenarnyalah bahwa setiap sel dapat berkembang menjadi apa saja sesuka dan sekehendaknya, tetapi fakta membuktikan bahwa setiap sel senantiasa mengembangkan jati dirinya yang tepat dan sesuai dengan kehendak lingkungan. Misteri ini hanya bisa dipahami bila kita memandang bahwa setiap elemen di alam semesta termasuk sel dianugerahi oleh Allah SWT kecerdasan. Banyak teori yang mengajukan hipotesa bahwa diferensiasi terjadi karena adanya regulasi faktor stimulans atau perangsangan ekspresi protein. Rangsangan yang tepat akan menghasilkan sekumpulan sel yang tepat, begitu sederhananya. Tetapi hipotesa tersebut sesungguhnya semakin menunjukkan bahwa setiap sel memiliki kemampuan logika dan rasionalitas sehingga bisa menunjukkan pengertian dan kepatuhan terhadap kondisi dan stimulans yang menyangkut masa depannya. Setiap elemen tahu secara pasti takdirnya. Inilah yang barangkali bisa disebut sebagai takdir lahir, mereka dan kita sesungguhnya memahami apa arti qadha dan qadar.
Bila kita beranjak dan bangkit untuk sedikit mencermati berbagai teori perkembangan biologis yang kini diyakini, ada suatu arus utama yang meyakini bahwa asal muasal kehidupan terestrial (daratan) adalah berasal dari kehidupan aquatik. Bahkan seorang penulis fiksi ilmiah yang sekaligus seorang guru besar sastra Inggris menulis dalam novel parodi the Da Vinci Code, yang diberinya judul the Va Dinci Cod, bahwa makhluk cerdas yang sesungguhnya mengatur dan menjaga kesetimbangan sistem di muka bumi adalah sekumpulan ikan Cod di sebuah palung nun di lautan Artik sana. Tak pelak teori keluar dari air ini mendapat banyak sanggahan keras. Padahal bila kita cermati dalam beberapa ayat suci Al-Quran tersurat bahwa air adalah dasar dan asal muasal kehidupan, dari airlah segala sesuatu yang hidup diciptakan. Dalam pengertian sains, peran air memang teramat luas mulai dari ranah kimiawi, fisika, sampai dengan biologi. Bahakan kini masalah air telah berkembang menajdi bagian dari kajian politik dan kultural serta ilmu bisnis. Air adalah komoditas terpenting di muka bumi, ia bersama udara menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah bisnis besar yang bernama “kehidupan”. Teori keluar dari air ini akhir-akhir ini mendapat sebuah fakta biopaleontologi yang sangat kuat. Alkisah di sebuah pulau besar bernama Ellesmere (termasuk 10 besar dunia) yang terletak di wilayah Kanada, Neil Shubin dan rekan-rekannya dari University of Chicago menemukan sebuah fosil tetrapoda yang diperkirakan berasal dari era Devonian yaitu suatu era yang berlangsung antara 300-400 juta tahun yang lalu. Fosil ajaib itu diidentifikasi sebagai Tiktaalik Roseae, yaitu sejenis ikan berkaki yang bermoncong bak buaya dan hidup di anatar amasa hidup ikan Panderichtys (385 juta tahun lalu) dan tetrapoda Acanthostega dan Ichtyostega ( sekitar 365 juat tahun yang lalu). Tiktaalik seolah menjadi sebuah ujung lorong yang menawarkan kecerahan sinar mentari pagi. Tetrapoda yang satu ini pada saat ditemukan memang terperangkap di sebuah daerah sekitar 960 km dari kutub utara, tetapi pada masa Devonian pulau Ellesmere adalah bagian dari benua Pangea yang terletak di seputaran garis khatulistiwa. Seiring dengan perkembangan dan penyempurnaan bentuk geologis maka benua-benuapun bergeser, gunung-gunung berlari, dan bertasbih menjalankan fungsi yang telah digariskan oleh Sunatullahnya. Mengapa khatulistiwa menjadi daerah awal peradaban daratan ? Karena daerah ini memiliki intensitas paparan matahari yang tinggi yang memungkinkan sel mengembangkan kemampuannya untuk mendaur ulang energi foton menjadi energi kimiawi berbasis rantai elektron. Alga mengembangkan kemampuan fotosintesa, Xoozanthela adalah alga hijau yang mampu beradaptasi sempurna, berdamai, dan bersinergi dengan teriknya cahaya matahari. Kecerdasan untuk mengoptimasi dan mengefisiensikan energi yang telah dikaruniakan oleh Allah secara berlimpah inilah contoh dari sebuah kecerdasan yang luar biasa. Kecerdasan ini bila ditelaah secara lebih menalam akan terkategorisasi menajdi kecerdasan individual atau kecerdasan personal, setiap elemen memeiliki kecerdasan dasarnya sendiri, atau bisa kita istilahkan sebagai kecerdasan elementer. Pada tahap selanjutnya kecerdasan ini akan bersinergi menjadi sebuah kecerdasan jaringan. Kecerdasan ini terdapat pada setiap tingkatan, apda jaringan atom konsep berpasangan dan adanya mekanisme orbital menunjukkan kecerdasan komunal ini, pada tingkat sel kecerdasan ini terdapat pada keteraturan dan kebersamaan pengambilan keputusan serta pengembangan sistem pengelolaan antara berbagai organela dalam sitoplasma. Pada tingkatan organ kecerdsasan jaringan ini berkembang menjadi kecerdasan fungsional, dimana secara bersama-sama sebuah organ mampu menjalankan tugas yang diembannya. Di tingkat individu maka kecerdasan jaringan semakin meluas dengan berinteraksi di antara kluster-kluster kecerdasan jaringan sekunder. Di tingkat ekosistem, kecerdasan jaringan ini berkembang menajdi suatu harmoni dalam bentuk interaksi. Dengan kata lain hirarki kecerdasan ini dapat digambarkan sebagai sebuah konsep “kecerdasan Ukhuwah”, yaitu suatu kecerdasan yang dibangun secara bersama-sama dan mengoptimalkan peran dari masing-masing kluster kecerdasan di tataran yang lebih rendah. Kecerdasan ukhuwah adalah kecerdasan orbiter atau kecerdasan Thawaf, dimana setiap lapis putarannya adalah wajib dan berperan secara deterministik dalamn menentukan kualitas akhir yang akan bermuara pada kecerdasan kosmik atau kecerdasan yang berkesadaran Illahiah. Marilah bersama kita renungkan firman Allah yang menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu dengan ukuran (proporsionalitas), bukankah kecerdasan adalah ciptaan Allah ? Dan bukankah kecerdasan juga berhak untuk menempatkan dirinya sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan bersama. Mengapa ditetapkan bersama ? Karena kecerdasan elementer adalah kecerdasan adapatif yang mampu mengurai tanda dan mengolahnya agar menjadi respon yang sempurna, maka kecerdasan itu menggolongkan dirinya ke dalam kategori peran yang dijalankannya. Setiap ruang hidup (chora) tercipta karena adanya kecerdasan untuk saling mengisi dan mengayomi, bila di dalamnya terjadi pula berbagai benturan budaya dan agresi antar makhluk, maka itu adalah bagian dinamis dari sebuah perjalanan alam semesta. Cacing perut misalnya, tercipta karena ia dibutuhkan oleh sebuah sistem yang dikenal sebagai imunitas manusia atau mamalia. Sistem imunitas tercipta karena adanya kebutuhan adapatif dari manusia dan beberapa jenis hewan lainnya untuk bertahan dan berkontribusi maksimal pada lingkungannya. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat pada makhluk lainnya ? Tanpa keberadaan manusia maka cacing perut tidak akan langgeng keberlangsungan spesiesnya, sebaliknyapun demikian pula. Setiap sistem harus dilengkapi dengan faktor stimulan dan faktor pengendali, dari fakta ini jelas tampak bahwa sesungguhnya tidak ada sistem yang bersifat chaos. Setiap sistem serumit apapun akan selalu memiliki keteraturan dan berjalan sesuai dengan pola yang telah ditentukan secara musyawarah di antara seluruh elemen yang terlibat. Cacing perut adalah spesies evolutif yang berfungsi untuk mengontrol aktifitas sistrem imun humoral (sistem kekebalan cair) manusia. Kehadiran cacing perut akan mengaktifkan jalur yang disebut jalur Th2 atau jalur yang akan mendorong diproduksinya Imunoglobulin yaitu sejenis protein yang larut dalam cairan tubuh, proses produksi Imunoglubulin akan mengakibatkan konsentrasi sistem imun terfokus pada prosesi itu, akibatnya sistem imunitas kembarannya yang disebut sistem imunitas seluler yaitu sistem kekebalan tubuh yang melibatkan peran aktif sel-sel limfosit menjadi sedikit berkurang aktifitasnya. Kondisi ini mengakibatkan adanya sedikit kelonggaran dalam proses penjagaan jalan masuk ke saluran telur, sehinghgga seorang wanita akan dapat dibuahi oleh sel nutfah pria dengan lebih mudah dan akan memiliki probabilitas kehamilan yang jauh lebih tinggi. Pada tahap selanjutnya kondisi interaksi yang bersifat simbiotik ini akan memudahkan pula proses nidasi atau penanaman blastokista ( hasil pembelahan dari sel telur yang telah dibuahi) ke dinding rahim. Mengapa bisa demikian ? Karena minimnya aktifitas imunitas seluler akan mereduksi kadar interferon gama, suatu zat cair yang biasanya menghambat proses penanaman blastokista ke dinding rahim. Memang tidak semua mekanisme kehamilan berjalan sebagaimana ilustrasi di atas, tetapi dari narasi tersebut kita bisa mengambil hikmah penting bahwa setiap elemen yang terlibat dalam kehidupan kita secara bersama-sama membangun sebuah sistem cerdas yang saling mengisi dan bersifat kontributif. Peran diri yang jelas dan diferensiasi potensi serta posisi juga dapat dicermati pada proses pemilahan sel limfosit di kelenjar timus. Limfosit sebagaimana kita ketahui adalah sebuah sel yang bertugas untuk menjaga tubuh manusia dari berbagai dampak buruk yang terjadi akibat interaksi dengan dunia luar ( lingkungan eksternal). Tetapi dalam proses pematangannya ( proses maturasi) limfosit haruslah melalui suatu mekanisme penapisan ( screening) di kelenjar timus. Mengapa harus ditapis terlebih dahulu ? Karena dalam perkembangannya ada limfosit yang terbentuk tidak sempurna dan tidak mampu mengenali antigen ( protein yang dikenali sebagai agen yang berpotensi menimbulkan masalah) secara proporsional, bahkan sel-sel limfosit ini dapat menyerang bagian-bagian tubuh kita sendiri. Mengapa mereka menjadi tidak mampu mengenali rekan dan saudaranya sendiri ? Hal ini berawal dari kegagalan silaturahmi, dimana pada proses silaturahmi tersebut semua data tentang rekan dan saudara dari sel limfosit dipaparkan dan dijelaskan secara gamblang kepada calon-calon sel limfosit. Tetapi karena adanya intervensi yang bersifat negatif ataupun dampak dari sebuah proses adapatasi yang tercipta dari sebuah interaksi maka terjadilah “kegagalan” sistem. Apakah kegagalan sistem adalah memang sebuah kegagalan ? Tidak, sebuah kegagalan sistem adalah sebuah “keharusan” untuk mengembangkan sub sistem berikutnya yang bersifat reparatif. Sebuah proses kegagalana dalah media untuk emngembangkan sistem perbaikan dan sekaligus sebagai alat penyempurna sistem yang telah berjalan. Terbukti dari kegagalan sistem pengkaderan sel limfosit, maka tubuh mengembangkan sebuah sistem penapisan dengan bantuan kelenjar timus. Beberapa sel yang tergabung di dalam kelenjar timus akan berkoordinasi untuk menajdi tim “penguji” kesahihan sebuah sel limfosit muda sebelum mereka diterjunkan untuk bertugas. Peran baru sepereti ini tentu tidak begitu saja tertulis di DNA manusia yang menurut sebagian pakar disebut sebagai sumber rujukan segala sifat biologis. Seandaninya memang semua pembagian fungsi sudah tertera di DNA maka pertanyaan berikutnya bagaimana setiap sel yang masing-masing memiliki DNA yang sama bisa berdiferensiasi dan memainkan peranya masing-masing dengan karakteristik yang nyaris berbeda sama sekali dengan sel saudaranya ? Ada beberapa mekanisme lainnya yang menyebabkan sebuah sel dapat bertindak cerdas, mampu mengurai pesan lingkungan, menerjemahkan, menganilas, dan memberikan respon yang sesuai. Respon yang sesuai ini memang dimungkinkan dengan keberadaan DNA, dimana semua cetak biru protein sebagai ekspresi respon sel telah tersedia. DNA juga mungkin telah menyediakan berbagai piranti untuk menunjang kemampuan cerdas sebuah sel. Tetapi untuk mewujudkan itu semua diperlukan sebuah algoritma atau diagram alur yang memungkin sebuah sel mengambil keputusan untuk menjalankan peran dirinya. Kelompok sel-sel investigator dan reviewer di kelenjar timus tahu dengan tepat tugas mereka dan siapa yang ahrus mereka evaluasi. Mereka juga tahu secara persis berapa jumlah sel yang diperlukan untuk menjadi sebuah tim investigasi, jumlah mereka tidak berlebihan juga tidak berkekurangan. Kecerdasan semacam ini bila boleh disimpulkan adalah sebuah kecerdasan terintegrasi yang melibatkan seluruh elemen baik internal maupun eksternal dari sebuah sel. Bila kita menyimak tentang penemuan polimer nano komposit yang dipergunakan oleh salah satu industri otomotit terbesar di dunia untuk menjadi bahan dasar pembuatan bemper mobil, maka kita akan melihat bahwa sekumpulan partikel nanao saja dapat belajar dan dapat diajari. Dengan kata lain pengkondisian akan peran akan direspon dengan ekspresi kepatuhan. Metoda skolastik ternyata tidak hanya berlaku pada sekumpulan manusia saja melainkan dapat pula diterapkan di tingkat partikel. Polimer nano komposit secara sederhana dapat digambarkan sebagai sekumpulan partiekel yang telah dikondisikan dan dilatih untuk mempertahankan suatu bentuk awal. Sehingga bila terjadi suatu benturan atau adanya kekuatan mekanis yang mengubah bentuk semula maka sekumpulan partikel tersebut akan dengan cepat menyesuaikan diri, mengkonsolidasi potensi dan kembali kepada bentuk semula yang telah “ditakdirkan” kepada mereka. Kenyataan ini meruyak kesadaran kita tentang konsep takdir. Dengan demikian takdir dapat dianalogikan dengan sebuah pengkondisian atau konsep awal yang yang telah ditetapkan. Lalu konsep tersebut dicangkokkan dan dijadikan memori paling dasar dari setiap partikel elementer. Sehingga kelak secara akumulatif “kontrak lahir” yang telah diteken secara massal oleh setiap partikel elementer itu akan menuruti cetak biru yang telah disepakati bersama. Jalanya mungkin berbeda-beda, akan tetapi hasil akhir tidak akan pernah meleset dari apa yang telah didesain di proses awal penciptaan. Bila sekelompok sel timus dapat bertindak sebagai investigator yang cermat dan bersikap adil, maka sesungguhnya setiap sel manusia lainnya dapat pula memainkan peran serupa, tetapi karena sistem cerdasnya telah menganalisa kebutuhan lokal dan kebutuhan “jamaah”nya (komunitas) maka sel-sel lain tidak semua ikut-ikutan menjadi investigator. Demikianlah setiap sel dalam tubuh manusia kemudian berkembang berpuak-puak dan bersuku-suku dengan spesifikasi tugas yang berbeda-beda tetapi tetap dalam satu koridor yang menjamin sinergisitas. Itulah keistimewaan algoritme elementer yang dapat mengembangkan varian pola tetapi tetap dengan satu ntujuan dasar yang seragam.
Di sisi lain mari kita cermati pula pola-pola kebudayaan yang berkembang diberbagai belahan dunia dari lapisan kurun-kurn waktu yang berbeda-beda. Semua menunjukkan suatu kesamaan pola yang bersifat konsisten. Marilah kita tengok rumah-rumah peri di Cappadochia Turki, rumah gua di Matmata Tunisia, istana tebing di Petra, marilah kita tengok berbagai piramida mulai dari yang berada di Giza Mesir, piramida Inca, Piramaida Maya, dan Piramida Aztec, serta jangan lupa piramida Budha di pusat tanah Jawa\, Borobudur. Semua berpola serupa, mengkerucut secara vertikal. Sebuah ekspresi monoteisme yang religius. Sebuah tanya menyeruak di benak apakah makna religiusitas itu ? Karen Amrmstrong pernah menulis sebuah buku yang indah, yang diberinya judul Berperang atas Nama Agama. Lalu Yerusalem atau Al-Qadisiyah menjadi sebuah kota suci yang justru mungkin paling banyak menumpahkan darah umat beragama. Pada peristiwa perang legendaris di Tanduk-Tanduk Hittin (Horns of Hittin) 20.000 jiwa pasukan Crusader menemui ajalnya dan 30.000 orang lainnya menjadi tawanan perang, Alhamdulillah, Salahuddin Al Ayubi adalah seorang tokoh bijak yang welas asih dan penuh dengan toleransi, semenjak kepenguasaannya Yerusalem menjadi sebuah kota yang menyediakan kehangatan bagi semua pemeluk agama Samawi. Sejarah panjang negeri yang satu ini memang sangat unik, 3200 tahun yang lampau bangsa Filistin tiba dari Pulau Kreta (wilayah Yunani) di lautan Mediterania menyeberang dan menempati sebagian wilayah yang menjorok dari lembah Jordan sampai dengan dataran tinggi Golan. Di sana mereka berinteraksi dengan bangsa Yahudi yang berasal dari Kanaan. Nenek moyang orang Yahudi yaitu Ibrahim atau dikenal juga sebagai Abraham datang dari Kanaan ke Hebron dan mengembangkan komunitas baru melalui jalur Ishak dan Rachel. Sementara dalam salah satu pengembaraannya iapun menurunkan suku-suku semenanjung Hijjaz melalui jalur Ismail. Ditanah suci semua agama samawi itu pula terdapat sebuah batu sakral yang menjadi altar persembahan Nabi Ismail As atau Nabi Ishaq AS menurut versi Kristiani sebagai bukti ketaatan Ibrahim kepada Allah SWT. Di batu bersejarah itu pulalah Nabi Muhammad SAW mengawali perjalanan mi’rajnya. Batu ini tentulah sebuah gerbang dimensi, sebuah pintu bintang yang menghubungkan manusia dengan sebuah dimensi imajiner dimana semua karakteristik fisik tidak lagi berperan dan berarti. Tanah suci 3 agama ini dapat dikatakan sebagai tempat dimana peradaban diawali, disinilah Nabi Daud mengembangkan kerajaannya, lalu dilanjutkan oleh Nabi Sulaiman yang membangun Baitullah dan memperkenalkan pengertian teknologi. Lalu hampir semua peradaban manusia ingin menjadi penguasa negeri ini. Nebucadnezar dari Babilonia, Iskandar Agung yang membangun imperium Alexandria, Cyrus dari Persia, Bangsa Parthians, Herodes, Pilantus Pontius, bangsa Mamluk dari Mesir, kekhalifahan Ummyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah, Timur Leng dari gurun Gobi, dan Kesultanan Ottoman, sampai Amerika Serikat dan Inggris meski secara tidak langsung, juga ingin memiliki akses khusus di tanah suci. Sampai pada akhirnya pada tahun 1917 Jenderal Allenby dari pasukan Inggris menguasai Yerusalem dan sekitarnya. Tak lama kemudian dideklarasikanlah Perjanjian Balfour yang mengawali berdirinya negara Israel. Sebuah negeri bagi orang-orang Yahudi yang selama ini terlunta-lunta dan senantiasa terusir dari berbagai negara. Mulai semenjak zaman Nabi Musa dimana mereka terusir dari Mesir di era Firaun Amenhotep III sampai dari dataran Rusia, Jerman, Polandia, dan sebagian besar Eropa Utara. Bahkan di Ethiopiapun dimana ras melanoid bertempat tinggal mereka terusir. Sebagian dari mereka menjadi tokoh-tokoh dunia yang sangat menonjol, sipa yang tidak kenal dengan Karl Marx dengan Das Capital dan Communist Manifestonya, siapa yang tidak kenal dengan Kafka ? Siapa yang tidak kenal dengan Einstein ? d Dan saiap pula yang tidak kenal dengan Rotschild dan Rockefeller ? Bahkan kini Ehud Saphiro dan Kobi Benenson menjadi ilmuwan yang paling dihormati di seluruh dunia dengan penemuan mereka dalam bidang komputasional DNA. Bangsa Yahudi menyebar ke seluruh penjuru dunia dan mengembangkan peradabannya secara luar biasa. Peradaban yang mereka bawa juga ternyata merubah sebagian besar wajah dunia. Dalam bidang ekonomi makro dan pasar uang dunia mereka merajalela, dengan tokohnya George Soros dan Paul Wolfowitz yang kini menjadi Presiden Bank Dunia. Perkembangan bangsa Yahudi yang luar biasa itu seolah mengajak kita merenung, bahwa peradaban manusia berawal dan bermuasal dari sebuah daerah segitiga emas yang terdapat di sebagian selatan Eropa, Asia kecil, dan sebagian pangkal Afrika. Kita kenal kota Ionia di Turki tempat Thales mengembangkan embrio konsep filosofi Yunani, kemudian kita kenal kerajaan Babnilinoa dengan taman gantungnya yanglegendaris, kemudian kita kenal peradaban Mesir dengan piramida dan kota ilmu pengetahuan Alexandria, lalu kita juga mengenal Baghdad. Marilah kita tengok kubah masjid Nabawi, Haram,. Dome of Rock, Katederal Basilika, berbagai gereja dengan desain Moskovit Rusia yang kesemuanya berujung runcing menuding langit sebagai tempat bersemayamnya kekuatan yang serba Maha. Konsep atas bawah samping kiri-kanan diakui secara aklamsi sebagai penuntun arah yang baku. Manusia membangun piramida del sol dan piramida de luna di Teotihuacan sekitar 100 tahun setelah masehi, piramida dengan konsep yang sama juga ditemukan di Bosnia Herzegovina tepatnya di perbukitan Visocica di daerah Visoco. Ada suku Azteca yang membangun piramida Tenochtitlan dengan dewa mereka yang bernama Uitzillopochtli. Suatu fenomena yang nyaris serupa berkembang di dalam dinamisitas peradaban manusia, semua tempat suci dibangun dengan konsep pandangan vertikal kubah St Basil di lapangan Merah Moscow, Borobudur, Prambanan, Mendut, Kalasan, Jago, Sukuh, Muara Takus, dan candi Gedong Songo di Indonesia juga menjulang bak hendak membelah langit. Lalu bermunculan pula tempat-tempat suci yang diziarahi dan menjadi inspirasi bagi banyak orang dari seluruh penjuru dunia. Ada beberapa tempat di permukaan bumi yang menjadi “gerbang-gerbang Langit” bagi para penganut monoteisme. Tempat-tempat sakral tersebut itu berkembang menajdi sebuah embrio sistem budaya pontifis, dimana pada skenario lanjutannya biasanya akan dilengkapi dengan identitas dan pembagian peran. Sebagai contoh di Teotihuacan dewa tertinggi bernama Tloquenahuaque, dewa grade dua adalah Tlaloc sebagai dewa hujan, lalu Huehueteotl sebagai dewa api, Xype sebagai dewi kesuburan, dan Chalchitlique sebagai dewi air. Konsep ini juga dapat kita temukan di berbagai peradaban kuno, dewa Osiris di Mesir Purba, konsep Avathara di agama Hindu dengan klasifikasi dewa berdasarkan fungsi, misal Brahma sebagai dewa api, Bayu sebagai dewa angin, Indra sebagai dewa hujan, Darma sebagaidewa akal budi, Kamajaya-Kamaratih sebagai pasangan penguasa cinta, Yamadipati sebagai dewa maut. Lalu kita jumpai pula konsep sejenis dalam konsep mitologi Yunani, Zeus, Venus, Mars, Apolo, Jupiter, Poseidon, Neptunus, Aprodite, sampai Cupid semua memiliki konsep utilitas yang departemental.Di dataran Cina kita mengenal bahkan lebih banyak lagi dewa dan bertingkat-tingkat pula derajatnya, satu yang terkenal adalah Dewi Kwan Im yang tingkat kesakralannya hampir menyamai Dewi Sri di pulau Jawa. Konsep salib suci kristianipun sebenarnya mengacu kepada sakralitas dewi Yunani pramodern, hewan suci umat kristiani yaitu ikan atau ichtus adalah perlambang dari kesucian dewi pagan di eropa selatan. Dalam Islampun konsep malaikat menyerupai konsep-konsep dewa yang telah lebih dulu berkembang. Tetapi kajian epistemologsinya memungkinkan penjabranb makna yang lebih substansial dan sarat nilai. Malaikat bukanlah sessok figur ataupun ikon yang dapat dipersonifikasi. Malaikat adalah suatu diskursus, suatu wacana yang maknanya berkembang seiring perkembangan kognisi sosial. Lalu sekali lagi manusia ingin mengerucutkan logikanya, menyatu dengan kebenaran yang sejati. Tetapi manusia berkembang menjadi makhluk yang kejam dan senangnya menumpahkan darah. Sebuah misteri dimana hampir semua peadaban mengalami sebuah peristiwa yang disebut peperangan. Peperangan menjdi ritual kronis yang seolah wajib dijalankan oleh setiap generasi manusia, sebuah fenomena aneh yang harus kita jawab bersama. Ahuizotl telah mengorbankan 20.000 jiwa musuhnya di kuil Tenochtitlan, peristiwa 11 September 2001 menelan korban sekitar 6000 jiwa hganya dalam hitungan menit, jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menewqaskan ratrusan ribu jiwa dalam sekejap dan menyisakan derita bagi jutaan lainnya untuk jangka waktu yang lama. Perang di kawasan Teluk yang berkepanjangan telah membunuh puluhan ribu manusia, genosida di Bosnia, pembantaian suku di Rwanda, kekisruhan di Somalia, konflik berkepanjangan di Afghanistan, dan banyak lagi perang yang memakan korban jiwa yang sia-sia terus saja dilakukan dan dipertahankan sebagai sebuah tradisi yang sakral oleh manusia.
TUGAS 4.SP PSIKOLOGO UMUM
1.BERIKAN CONCOH KASUS ANARKISME YANG DILAKUKAN REMAJA SEBAGAI REFLEKSI LEMAHNYA PENGENDALIAN EMOSI DAN GEJOLA USIA PERKEMBANGAN?
Fenomena Komunikasi “Polipstik” dalam Pilkada
Oleh M Badri SP MSi
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) selalu menjadi perbincangan menarik berbagai kalangan, dari kantor wakil rakyat sampai kedai kopi. Hal itu tidak terlepas dari berbagai fenomena yang mengiringi Pilkada. Timbulnya konflik dalam Pilkada, koalisi partai politik, hingga masuknya kalangan artis ke kancah politik merupakan isu yang kerap dibicarakan. Namun hanya sedikit yang memperbincangkan Pilkada dari sisi komunikasi politik yang memenuhi ruang publik.
Tapi benarkah komunikasi politik para kandidat kepala daerah selalu mempunyai efek positif bagi masyarakat? Dalam konteks ini yang sering terlihat adalah komunikasi politik cenderung ke arah logika pasar. Janji-janji politik yang disampaikan kepada masyarakat menjelang Pilkada tidak jauh berbeda dengan pesan iklan komersial, yang selalu menjanjikan keuntungan kepada publik. Menjamurnya sarana komunikasi, seperti media cetak dan elektronik, kemudian memperluas pasar iklan politik. Tujuannya tidak lain, untuk menciptakan opini publik bagi para kandidat.
Lebih dari itu, sudah menjadi rahasia umum bila menjelang Pilkada banyak media massa yang cenderung partisan. Media-media baru juga bermunculan, berlomba-lomba berebut kue iklan politik atau memang sengaja dibentuk sebagai media politik. Hal itu sebenarnya sah-sah saja, sebab tujuan kampanye melalui iklan politik tidak lain untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Media juga memiliki pemasukan besar untuk kelangsungan bisnisnya. Sebuah hubungan simbiosis mutualistis (saling menguntungkan). Namun yang menjadi permasalahan, ketika media sebagai ruang publik ikut andil dalam menciptakan pembohongan publik.
Mahalnya ongkos politik tentunya menjadi penyebab. Sehingga janji-janji melakukan perubahan mudah terlupakan. Kebanyakan, kandidat terpilih terlalu sibuk mengembalikan ongkos politik yang telah dikeluarkan. Akibatnya masyarakat yang menjadi korban, karena kepentingannya diabaikan oleh pengambil kebijakan. Pada akhirnya komunikasi politik hanya menjadi komunikasi “lipstik”. Untuk menyederhanakannya, penulis mengistilahkannya dengan komunikasi “polipstik” atau komunikasi politik yang hanya menghiasi bibir saja.
Seperti pepatah yang akrab di dunia media “bad news is good news”, para kandidat kepala daerah kemudian menerjemahkannya dengan “bad condition is good opinion”. Maka tidak heran bila kondisi kemiskinan, kebodohan, minimnya infrastruktur, dan berbagai kondisi buruk suatu daerah, menjadi isu kampanye yang kerap dilontarkan kepada publik. Tujuannya tentu saja janji melakukan perubahan setelah kandidat terpilih. Maka kata “perubahan” kemudian menjadi senjata dalam komunikasi politik yang dapat membunuh nalar publik. Tapi benarkah perubahan-perubahan yang dijanjikan akan terjadi?
Pertikaian antarwarga yang terjadi di Ambon sampai hari Kamis, atau
hari keempat, masih saja berlangsung tanpa ada yang bisa
menghentikannya. Bentrokan juga terjadi di Ternate antarpasukan
Kesultanan Ternate dan Tidore. Meski demikian, Presiden KH Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) menegaskan, tak akan memberlakukan keadaan darurat di
Maluku. Presiden lebih cenderung mengerahkan pasukan tambahan."Saya
tidak berpikir untuk memberlakukan keadaan darurat, tetapi dalam satu
dua hari ini, intervensi militer diperlukan di sana," kata presiden
menjawab pertanyaan wartawan dalam jumpa pers rutin di Bina Graha,
Jakarta, Rabu (29/12) siang.
Kepala Negara menjelaskan, intervensi militer ke Ambon itu untuk
menengahi bentrokan antara dua pihak yang berseteru, sementara
penyelesaian persoalan di sana tetap harus dilakukan oleh kedua pihak
yang bertikai.
Menurut Gus Dur, kedatangan militer ke Maluku itu juga atas permintaan
pemerintah daerah. "Memang belum diketahui apa efek intervensi militer
ini. Itu akan diketahui nantinya apakah kedatangan mereka diterima
atau tidak," tutur presiden